Monday, November 12, 2007

Zimbabwe

These are my articles that were published by Kompas, leading Indonesian news paper, Jakarta:

KOMPAS - Kamis, 13 Apr 2006 Halaman: 45
ZIMBABWE MENATAP MASA DEPAN TANPA BARAT...
Oleh M Nasir

Pengantar Redaksi

Pemerintah Zimbabwe melalui duta besarnya untuk Indonesia, Alice
Mageza, mengundang wartawan Indonesia untuk melihat langsung keadaan
terakhir Zimbabwe pada minggu pertama April 2006. Wartawan "Kompas"
yang memenuhi undangan itu menuliskan sebagian laporannya di bawah
ini.


Sekitar 150 murid kelas VI sekolah dasar berbaris dan berjalan
menuju Taman Makam Pahlawan Nasional di Warren Hills, pinggiran kota
Harare, ibu kota Zimbabwe.

Dengan seragam hijau yang membalut tubuh mereka yang kurus dan
hitam, mereka mengumandangkan lagu kebangsaan Kalibusiswe Ilizwe le
Zimbabwe, atau Blessed Be The Land of Zimbabwe dalam bahasa Inggris,
sambil menghadap patung-patung pahlawan kemerdekaan.
Di bawah sengatan panas matahari, mereka memberi hormat kepada
pahlawan mereka yang direpresentasikan pada tiga patung
pahlawan. "Ini cara kami menanamkan rasa nasionalisme kepada anak-
anak agar selalu bangga terhadap negara dan bangsa Zimbabwe," ujar
Guveya Kamuhzandu, guru sekolah dasar Warren Park 4 Primary yang
mendampingi murid-murid itu, hari Selasa, 4 April 2006.
L Mandima, kurator Taman Makam Pahlawan Zimbabwe (National Heroes
Acre), menyatakan, taman makam pahlawan itu sengaja dibangun untuk
memberi penghormatan kepada pahlawan yang telah gugur dan sekaligus
memompa semangat generasi muda untuk terus berjuang melawan
penindasan dengan berbagai risiko.
Rakyat Zimbabwe kini sedang menuai berbagai risiko perjuangan
melawan penindasan. Setelah meraih kemerdekaan dari Inggris pada 18
April 1980, negeri ini belum menikmati kekayaan alam sepenuhnya.
Sebanyak 80 persen tanah subur dikuasai petani kulit putih yang
mengerti teknologi pertanian dan pangan. Sementara rakyat pribumi
hanya kebagian tanah tandus kering. Bahkan, banyak dari mereka hanya
sebagai buruh tani di lahan-lahan yang dikuasai petani kulit putih.
Melihat kenyataan seperti ini, Presiden Zimbabwe Robert Gabriel
Mugabe pada tahun 2000 meluncurkan program landreform (reformasi di
bidang pertanahan).
Program landreform di negeri ini memunculkan perubahan besar di
dalam negeri. Lahan-lahan subur yang dikuasai petani kulit putih
diambil alih pemerintah, kemudian dibagi-bagikan kepada penduduk asli
Zimbabwe.
Pengambilalihan lahan pertanian dari petani kulit putih yang
umumnya keturunan Inggris itu mendapat kecaman keras dari negara-
negara Barat, terutama Inggris dan Amerika Serikat. Sampai pada
akhirnya, Inggris dan AS menjatuhkan smart sanction terhadap Zimbabwe.
Sikap Inggris dan AS itu kemudian diikuti negara-negara Uni
Eropa, Kanada, Australia, dan Selandia Baru. Negara-negara yang
memberi hukuman itu kemudian menghentikan bantuan keuangan untuk
Zimbabwe, membekukan aset-aset pemerintah, dan melarang pejabat
Zimbabwe berkunjung ke negara-negara tersebut.
Para pejabat Zimbabwe dituduh bertindak rasialis dan melanggar
hak asasi manusia karena dinilai secara sepihak merebut lahan-lahan
pertanian milik petani kulit putih. "Tuduhan itu tidak benar. Kami
tidak pernah melakukan perampasan tanah dari petani kulit putih.
Tanah itu milik rakyat Zimbabwe," kata Menteri Informasi dan
Publisitas Zimbabwe Tichaona Jokonya dalam keterangan pers, Jumat
(7/4) pekan lalu.
"Mana mungkin orang kulit putih datang kemari dengan menyunggi
tanah dari negeri mereka. Itu tidak mungkin. Semua tanah yang dibagi-
bagikan kepada rakyat itu memang tanah milik rakyat Zimbabwe," tutur
Jokonya yang mengaku tidak berkecil hati dengan sanksi dari negara-
negara tersebut.
Tidak ada upaya Zimbabwe mendekati Inggris dan AS. Zimbabwe
bahkan menjauh dari negara-negara itu. Pada 10 Desember 2003,
Zimbabwe memutuskan keluar dari keanggotaan Negara Persemakmuran
(Commonwealth). Alasannya, Pemerintah Zimbabwe memandang Inggris dan
negara-negara sekutunya terlalu ikut campur urusan dalam negeri
Zimbabwe.
Akibatnya, Zimbabwe semakin jauh dari negara-negara yang dihuni
mayoritas kulit putih. Belakangan Pemerintah Zimbabwe mencoba
mencari "teman" ke negara-negara Asia Timur, Selatan, Utara, dan
Tenggara (termasuk Indonesia) untuk membangun kembali ekonomi yang
sudah morat-marit.
Dalam hal kerja sama, yang sudah pasti Zimbabwe juga menggandeng
negara-negara yang berada di satu benua dengan Zimbabwe, yaitu
Afrika. Bahkan, negara-negara Timur Tengah juga mulai bergandengan
tangan dengan Zimbabwe. "Tidak ada masalah. Amerika dan Inggris
bukan merupakan dunia secara keseluruhan. Masih ada yang lain," kata
Jokonya.
Silang sengketa antara negara-negara Barat dan Zimbabwe juga
ditandai dengan berita-berita yang dinilai miring oleh pers Barat
yang sama sekali tidak menguntungkan negara berpenduduk sekitar 13
juta orang ini. Sebagai menteri informasi dan publisitas, Jokonya
melihat adanya serangan yang luar biasa dari pers Barat yang
berdampak pada hancurnya ekonomi negerinya.
Pers Barat dinilai menyebarkan berita-berita yang tidak seimbang
dan cenderung menjelek-jelekkan Zimbabwe. Penilaian serupa terhadap
pers Barat juga dikemukakan Ketua Pelaksana Komisi Informasi dan
Media Zimbabwe Tafataona P Mahoso.
Mahoso sempat mengkliping berita-berita dari pers Barat tentang
Zimbabwe. "Di sini pernah diberitakan ada seorang penderita AIDS/HIV
dipenggal kepalanya. Padahal, orang itu meninggal karena sakit. Kami
sudah menyampaikan protes terhadap pemberitaan itu kepada media yang
bersangkutan," tutur Mahoso.
"Berita-berita yang tidak mengandung fakta seperti itu jelas
turut menghancurkan ekonomi di negeri ini. Pasar bursa kacau,
investasi anjlok. Investor takut masuk ke negeri ini," tutur Mahoso
yang memandang begitu penting peranan pers terhadap kemerosotan dan
perkembangan ekonomi.
Hidup seadanya
Zimbabwe kini masih dalam isolasi Inggris dan sekutunya. Negara
ini juga dalam proses menuju masa depan dengan negara-negara Afrika,
Asia, dan Timur Tengah. Dalam proses untuk menjadi makmur atau
mungkin sebaliknya jika gagal, rakyat Zimbabwe kini hidup dalam
keadaan prihatin, hidup seadanya.
Krisis ekonomi belum pulih. Inflasi mencapai 782 persen Februari
lalu. Nilai tukar mata uang dollar Zimbabwe terhadap dollar AS
merosot menjadi 101.000 dollar Zimbabwe per 1 dollar AS.
Di kota Harare dan daerah pinggiran, rumput-rumput liartumbuh
subur di pinggir-pinggir jalan yang masih tampak bersih. Rumput-
rumput yang terus meninggi itu dibiarkan begitu saja. Di jalan utama
di kota Harare, seperti Third Street, rambu-rambu lalu lintas yang
berkarat dan terkelupas catnya, sehingga tak terbaca lagi tandanya,
belum juga diganti. Angkutan umum sulit didapat.
"Di sini angkutan umum memang masih menjadi problem besar.
Angkutan umum masih minim. Diperlukan dua kali lipat dari jumlah yang
ada sekarang ini, baru memadai," kata Ivanhoe M Gurira selaku
Principal Press Secretary di Kementerian Informasi dan Publisitas
Zimbabwe.
Persoalannya sekarang adalah sulit mencari investor yang mau
terjun ke dunia transportasi. Akibatnya kendaraan umum semakin
langka. Banyak orang dijalan-jalan mencegat mobil yang melintas.
Tidak peduli mobil pribadi, mobil diplomat, atau mobil dinas apa
saja. Mereka mengharap belas kasih dari pengendara mobil untuk bisa
mengangkut mereka.
Di pedesaan, masyarakat makan seadanya. Sadza (tepung jagung yang
dimasak seperti bubur kental) dimakan begitu saja, dengan ditemani
sayuran. Tanpa garam dan cabai. "Ya, beginilah kami di desa. Kadang-
kadang garam dan cabai sulit dicari sampai berhari-hari. Akhirnya
makan apa adanya seperti ini," tutur Amado Tapera (52), warga Desa
Dombosawa, sambil menyantap sadza.
Kesulitan hidup kini dialami hampir seluruh rakyat Zimbabwe.
Potensi alam yang terhampar luas hingga saat ini belum seluruhnya
dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat.
Foto-foto:
Kompas/M Nasir
Untuk menghormati para pahlawan yang telah gugur, murid sekolah dasar
diajak berkunjung ke Taman Makam Pahlawan Nasional Zimbabwe, Selasa
(4/4). Taman itu terletak di dataran tinggi Warren Hills di sebelah
barat kota Harare.
Seperti hari-hari sebelumnya, kota Harare, Rabu (5/4) lalu, tampak
lengang. Masalah transportasi masih menjadi problem besar bagi ibu
kota Harare yang berpenduduk sekitar dua juta orang itu. Investor
tampaknya masih enggan terjun ke bisnis transportasi.
Image:
Peta-Zimbabwe
Image:
Hubungan Bilateral Indonesia-Zimbabwe
1. Hubungan diplomatik Indonesia-Zimbabwe diresmikan 14 Agustus
1986, yang disusul dengan pembukaan Kedutaan Besar RI di Zimbabwe.
2.Kedua negara memiliki potensi kerja sama di bidang perdagangan,
investasi, turisme, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta bidang
sosial-budaya dan penerangan.
3.Hubungan bilateral kedua negara telah terbina dengan baik karena
masing-masing punya pandangan yang sama dalam berbagai forum
subregional, regional, dan internasional.
4.Pada 23 Februari 2003, Presiden Robert Mugabe mengadakan
pertemuan bilateral dengan Presiden Megawati Soekarnoputri di Kuala
Lumpur untuk membicarakan revitalisasi Gerakan Nonblok dan
peningkatan hubungan kedua negara, terutama di bidang ekonomi dan
perdagangan.
5.Sejak 1997, Indonesia telah mengadakan investasi di Zimbabwe
melalui modal patungan dengan nilai 34 juta dollar AS di bidang
peternakan burung unta.
Sumber: Kedutaan Besar RI di Harare
'Rakyat Zimbabwe kini sedang menuai berbagai risiko perjuangan
melawan penindasan.'

No comments: