This is my articles that was published by Kompas, leading Indonesian daily news paper:
KOMPAS - Selasa, 06 Sep 2005 Halaman: 28 Penulis: Nasir, M Ukuran: 5890 Foto: 1
Komunitas
SEPEDA YANG CENDERUNG MENGGODA
Oleh: M NASIR
Sabtu 27 Agustus 2005, komunitas pekerja bersepeda
mendeklarasikan keberadaannya di depan Balaikota DKI Jakarta.
Komunitas ini perlu dideklarasikan agar semua pihak tahu bahwa di
Jakarta ada pekerja yang bersepeda. Masyarakat pengendara sepeda
motor dan mobil juga diharapkan memberi kesempatan para "bikers" itu
melaju di jalan-jalan Jakarta.
Tentu saja dengan deklarasi itu diharapkan tidak ada sikap yang
melecehkan pesepeda, menyerempet, atau bahkan
menabrak. "Alhamdulillah sih sampai sekarang belum ada anggota kami
yang meninggal akibat diserempet kendaraan bermotor," tutur Taufik
Hidayat, Ketua Komunitas Pekerja Bersepeda, ketika ditanya mengenai
tingkat kerawanan bersepeda di Jakarta yang padat lalu lintas.
Dari penjelasan Taufik dapat ditarik kesimpulan bahwa selama ini
pengendara kendaraan bermotor bersedia memberi kesempatan pesepeda
melintas di jalan raya.
Dalam deklarasi yang dihadiri Wakil Gubernur DKI Jakarta Fauzi
Bowo, pemerintah juga diingatkan agar memberi perlakuan yang adil
terhadap pesepeda.
Sikap "adil" diharapkan terwujud dalam bentuk konkret. Misalnya,
memberi fasilitas bagi pekerja bersepeda. Jika di kantor-kantor
terdapat lokasi parkir khusus sepeda motor dan mobil, mengapa untuk
sepeda tidak?
"Kami mengharapkan adanya parkir khusus sepeda. Dengan tempat
parkir khusus kami merasa tenang bekerja dan aman," kata Taufik.
Alasan Taufik untuk meminta tempat parkir khusus masuk akal.
Sebab jika tidak ada parkir khusus, sepeda-sepeda itu akan diparkir
di sembarang tempat di antara kendaraan bermotor.
Dengan ukuran sepeda yang ringan dan mudah ditenteng, potensi
pencurian sepeda sangat tinggi. Padahal, harga sepeda tidak kalah
mahal dibandingkan dengan sepeda motor. Sebuah sepeda yang dimiliki
anggota komunitas pesepeda ada yang seharga Rp 30 juta.
Taufik juga berharap di kantor-kantor, baik itu instansi
pemerintah maupun swasta, disediakan kamar mandi. Pemerintah DKI
diharapkan memberikan dukungan dengan mendorong tersedianya kamar
mandi di seluruh instansi. Sekarang ini tidak semua kantor menyiapkan
kamar mandi. Ada toilet, tetapi tidak bisa untuk mandi.
"Jelas kami gerah dan berkeringat setelah menggenjot sepeda.
Badan akan menjadi segar setelah mandi. Kalau kami harus menumpang
mandi di kantor teman terus-menerus, tidak enak," tutur Taufik.
Untuk tertib di jalan, komunitas pekerja bersepeda ini sudah
berikrar. Dalam ikrar yang dibacakan dalam acara deklarasi, mereka
bertekad menjunjung tinggi etika berlalu lintas serta menjaga
ketertiban. Pesepeda tidak ingin menambah kusut lalu lintas Jakarta.
B2W
Sekitar 500 pesepeda yang hadir dalam deklarasi pekerja bersepeda
27 Agustus lalu berasal dari berbagai kalangan dan dari seluruh
wilayah DKI Jakarta.
Mereka sebagian pekerja kantoran di kawasan Kuningan, Jakarta
Selatan, pegawai kantor pemerintah di Jakarta Utara, Pusat, Barat,
dan Timur, serta sejumlah anggota satuan pengaman (satpam).
Yang tidak terlihat dalam kesempatan itu justru orang-orang yang
sehari-hari bekerja dengan menggunakan sepeda, seperti tukang bakso,
pedagang ikan, dan tukang ojek sepeda. Memang tidaklah asing lagi
bagi pedagang bersepeda dalam bike to work (bersepeda untuk bekerja
atau pekerja bersepeda). Tanpa dideklarasikan pun, mereka tetap
menggunakan bersepeda untuk mencari nafkah.
Kalangan yang disebut terakhir ini memang bukan sasaran kampanye
bike to work atau disingkat B2W. Sebagai catatan angka 2 di antara B
dan W dibaca to, bukan two. Demikian istilah yang digulirkan di
antara penggemar sepeda.
Yang menjadi sasaran kampanye bersepeda adalah para pekerja atau
karyawan yang selama ini menggunakan mobil dan sepeda motor untuk
berangkat dan pulang kerja.
"Kami tidak mengejar jumlah. Yang penting mari kita mulai pergi
ke kantor dengan menggunakan sepeda," tutur Tekad Adiyono,
Sekretaris Komunitas Pekerja Bersepeda, yang ditemui Kompas.
Tekad sudah menjalani B2W tiap hari. Tekad tidak sendirian.
Pekerja-pekerja lain dengan tujuan yang sama, yaitu kawasan Kuningan,
juga berangkat dengan sepeda dari rumah mereka. Misalnya, kelompok
B2W dari Bintaro pada hari-hari tertentu juga bersepeda ke kantor di
kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
Dari daerah Kota, Jalan Kampung Bandan, juga ada Yusman (59) yang
setiap pagi mengayuh sepeda sejauh delapan kilometer menuju tempat
kerjanya di PT Ebroindo di Taman Nyiur, Sunter Agung. "Sudah dua
tahun saya pulang pergi ke tempat pekerjaan dengan sepeda," tutur
Yusman.
Dari segi jumlah hari, kata Tekad, tidak penting. Tidak harus
bersepeda ke tempat kerja setiap hari karena mungkin saja jarak
antara rumah dan tempat pekerjaan sampai belasan atau bahkan puluhan
kilometer. "Seminggu sekali atau dua kali saja sudah cukup," tutur
Tekad yang tiap hari bersepeda ke kantor di kawasan Kuningan.
Cenderung menggoda
Aktivitas bersepeda sebenarnya mengasyikkan bagi yang
menyukainya. Bahkan banyak di antara mereka yang merasa ketagihan.
Begitu tingginya tingkat ketagihan bersepeda, sepeda bisa diibaratkan
candu yang mampu membuat penggunanya lupa segalanya.
Dalam program B2W, kecenderungan sepeda yang menggoda penggunanya
untuk bermain, bisa melupakan pekerjaan yang menjadi tujuan utama.
Jangan-jangan lebih banyak waktu untuk bermain-main dengan sepeda
daripada waktu yang digunakan untuk kerja.
Maka slogan bike to work harus selalu didengung-dengungkan pada
penggemar sepeda agar tidak terpeleset ke dalam bike to play. Kecuali
kalau kita ingin bersepeda untuk bermain.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
om,,, apakah komuitas selain btw ada lg seperti komunitas pedagang atau orang2 yang menggunakan sepedah untuk berdagang.....makasih ya om klw ada dmana komunitasnya
Post a Comment