Monday, November 12, 2007

Zimbabwe

These are my articles that were published by Kompas, leading Indonesian news paper, Jakarta:

KOMPAS - Kamis, 13 Apr 2006 Halaman: 45
ZIMBABWE MENATAP MASA DEPAN TANPA BARAT...
Oleh M Nasir

Pengantar Redaksi

Pemerintah Zimbabwe melalui duta besarnya untuk Indonesia, Alice
Mageza, mengundang wartawan Indonesia untuk melihat langsung keadaan
terakhir Zimbabwe pada minggu pertama April 2006. Wartawan "Kompas"
yang memenuhi undangan itu menuliskan sebagian laporannya di bawah
ini.


Sekitar 150 murid kelas VI sekolah dasar berbaris dan berjalan
menuju Taman Makam Pahlawan Nasional di Warren Hills, pinggiran kota
Harare, ibu kota Zimbabwe.

Dengan seragam hijau yang membalut tubuh mereka yang kurus dan
hitam, mereka mengumandangkan lagu kebangsaan Kalibusiswe Ilizwe le
Zimbabwe, atau Blessed Be The Land of Zimbabwe dalam bahasa Inggris,
sambil menghadap patung-patung pahlawan kemerdekaan.
Di bawah sengatan panas matahari, mereka memberi hormat kepada
pahlawan mereka yang direpresentasikan pada tiga patung
pahlawan. "Ini cara kami menanamkan rasa nasionalisme kepada anak-
anak agar selalu bangga terhadap negara dan bangsa Zimbabwe," ujar
Guveya Kamuhzandu, guru sekolah dasar Warren Park 4 Primary yang
mendampingi murid-murid itu, hari Selasa, 4 April 2006.
L Mandima, kurator Taman Makam Pahlawan Zimbabwe (National Heroes
Acre), menyatakan, taman makam pahlawan itu sengaja dibangun untuk
memberi penghormatan kepada pahlawan yang telah gugur dan sekaligus
memompa semangat generasi muda untuk terus berjuang melawan
penindasan dengan berbagai risiko.
Rakyat Zimbabwe kini sedang menuai berbagai risiko perjuangan
melawan penindasan. Setelah meraih kemerdekaan dari Inggris pada 18
April 1980, negeri ini belum menikmati kekayaan alam sepenuhnya.
Sebanyak 80 persen tanah subur dikuasai petani kulit putih yang
mengerti teknologi pertanian dan pangan. Sementara rakyat pribumi
hanya kebagian tanah tandus kering. Bahkan, banyak dari mereka hanya
sebagai buruh tani di lahan-lahan yang dikuasai petani kulit putih.
Melihat kenyataan seperti ini, Presiden Zimbabwe Robert Gabriel
Mugabe pada tahun 2000 meluncurkan program landreform (reformasi di
bidang pertanahan).
Program landreform di negeri ini memunculkan perubahan besar di
dalam negeri. Lahan-lahan subur yang dikuasai petani kulit putih
diambil alih pemerintah, kemudian dibagi-bagikan kepada penduduk asli
Zimbabwe.
Pengambilalihan lahan pertanian dari petani kulit putih yang
umumnya keturunan Inggris itu mendapat kecaman keras dari negara-
negara Barat, terutama Inggris dan Amerika Serikat. Sampai pada
akhirnya, Inggris dan AS menjatuhkan smart sanction terhadap Zimbabwe.
Sikap Inggris dan AS itu kemudian diikuti negara-negara Uni
Eropa, Kanada, Australia, dan Selandia Baru. Negara-negara yang
memberi hukuman itu kemudian menghentikan bantuan keuangan untuk
Zimbabwe, membekukan aset-aset pemerintah, dan melarang pejabat
Zimbabwe berkunjung ke negara-negara tersebut.
Para pejabat Zimbabwe dituduh bertindak rasialis dan melanggar
hak asasi manusia karena dinilai secara sepihak merebut lahan-lahan
pertanian milik petani kulit putih. "Tuduhan itu tidak benar. Kami
tidak pernah melakukan perampasan tanah dari petani kulit putih.
Tanah itu milik rakyat Zimbabwe," kata Menteri Informasi dan
Publisitas Zimbabwe Tichaona Jokonya dalam keterangan pers, Jumat
(7/4) pekan lalu.
"Mana mungkin orang kulit putih datang kemari dengan menyunggi
tanah dari negeri mereka. Itu tidak mungkin. Semua tanah yang dibagi-
bagikan kepada rakyat itu memang tanah milik rakyat Zimbabwe," tutur
Jokonya yang mengaku tidak berkecil hati dengan sanksi dari negara-
negara tersebut.
Tidak ada upaya Zimbabwe mendekati Inggris dan AS. Zimbabwe
bahkan menjauh dari negara-negara itu. Pada 10 Desember 2003,
Zimbabwe memutuskan keluar dari keanggotaan Negara Persemakmuran
(Commonwealth). Alasannya, Pemerintah Zimbabwe memandang Inggris dan
negara-negara sekutunya terlalu ikut campur urusan dalam negeri
Zimbabwe.
Akibatnya, Zimbabwe semakin jauh dari negara-negara yang dihuni
mayoritas kulit putih. Belakangan Pemerintah Zimbabwe mencoba
mencari "teman" ke negara-negara Asia Timur, Selatan, Utara, dan
Tenggara (termasuk Indonesia) untuk membangun kembali ekonomi yang
sudah morat-marit.
Dalam hal kerja sama, yang sudah pasti Zimbabwe juga menggandeng
negara-negara yang berada di satu benua dengan Zimbabwe, yaitu
Afrika. Bahkan, negara-negara Timur Tengah juga mulai bergandengan
tangan dengan Zimbabwe. "Tidak ada masalah. Amerika dan Inggris
bukan merupakan dunia secara keseluruhan. Masih ada yang lain," kata
Jokonya.
Silang sengketa antara negara-negara Barat dan Zimbabwe juga
ditandai dengan berita-berita yang dinilai miring oleh pers Barat
yang sama sekali tidak menguntungkan negara berpenduduk sekitar 13
juta orang ini. Sebagai menteri informasi dan publisitas, Jokonya
melihat adanya serangan yang luar biasa dari pers Barat yang
berdampak pada hancurnya ekonomi negerinya.
Pers Barat dinilai menyebarkan berita-berita yang tidak seimbang
dan cenderung menjelek-jelekkan Zimbabwe. Penilaian serupa terhadap
pers Barat juga dikemukakan Ketua Pelaksana Komisi Informasi dan
Media Zimbabwe Tafataona P Mahoso.
Mahoso sempat mengkliping berita-berita dari pers Barat tentang
Zimbabwe. "Di sini pernah diberitakan ada seorang penderita AIDS/HIV
dipenggal kepalanya. Padahal, orang itu meninggal karena sakit. Kami
sudah menyampaikan protes terhadap pemberitaan itu kepada media yang
bersangkutan," tutur Mahoso.
"Berita-berita yang tidak mengandung fakta seperti itu jelas
turut menghancurkan ekonomi di negeri ini. Pasar bursa kacau,
investasi anjlok. Investor takut masuk ke negeri ini," tutur Mahoso
yang memandang begitu penting peranan pers terhadap kemerosotan dan
perkembangan ekonomi.
Hidup seadanya
Zimbabwe kini masih dalam isolasi Inggris dan sekutunya. Negara
ini juga dalam proses menuju masa depan dengan negara-negara Afrika,
Asia, dan Timur Tengah. Dalam proses untuk menjadi makmur atau
mungkin sebaliknya jika gagal, rakyat Zimbabwe kini hidup dalam
keadaan prihatin, hidup seadanya.
Krisis ekonomi belum pulih. Inflasi mencapai 782 persen Februari
lalu. Nilai tukar mata uang dollar Zimbabwe terhadap dollar AS
merosot menjadi 101.000 dollar Zimbabwe per 1 dollar AS.
Di kota Harare dan daerah pinggiran, rumput-rumput liartumbuh
subur di pinggir-pinggir jalan yang masih tampak bersih. Rumput-
rumput yang terus meninggi itu dibiarkan begitu saja. Di jalan utama
di kota Harare, seperti Third Street, rambu-rambu lalu lintas yang
berkarat dan terkelupas catnya, sehingga tak terbaca lagi tandanya,
belum juga diganti. Angkutan umum sulit didapat.
"Di sini angkutan umum memang masih menjadi problem besar.
Angkutan umum masih minim. Diperlukan dua kali lipat dari jumlah yang
ada sekarang ini, baru memadai," kata Ivanhoe M Gurira selaku
Principal Press Secretary di Kementerian Informasi dan Publisitas
Zimbabwe.
Persoalannya sekarang adalah sulit mencari investor yang mau
terjun ke dunia transportasi. Akibatnya kendaraan umum semakin
langka. Banyak orang dijalan-jalan mencegat mobil yang melintas.
Tidak peduli mobil pribadi, mobil diplomat, atau mobil dinas apa
saja. Mereka mengharap belas kasih dari pengendara mobil untuk bisa
mengangkut mereka.
Di pedesaan, masyarakat makan seadanya. Sadza (tepung jagung yang
dimasak seperti bubur kental) dimakan begitu saja, dengan ditemani
sayuran. Tanpa garam dan cabai. "Ya, beginilah kami di desa. Kadang-
kadang garam dan cabai sulit dicari sampai berhari-hari. Akhirnya
makan apa adanya seperti ini," tutur Amado Tapera (52), warga Desa
Dombosawa, sambil menyantap sadza.
Kesulitan hidup kini dialami hampir seluruh rakyat Zimbabwe.
Potensi alam yang terhampar luas hingga saat ini belum seluruhnya
dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat.
Foto-foto:
Kompas/M Nasir
Untuk menghormati para pahlawan yang telah gugur, murid sekolah dasar
diajak berkunjung ke Taman Makam Pahlawan Nasional Zimbabwe, Selasa
(4/4). Taman itu terletak di dataran tinggi Warren Hills di sebelah
barat kota Harare.
Seperti hari-hari sebelumnya, kota Harare, Rabu (5/4) lalu, tampak
lengang. Masalah transportasi masih menjadi problem besar bagi ibu
kota Harare yang berpenduduk sekitar dua juta orang itu. Investor
tampaknya masih enggan terjun ke bisnis transportasi.
Image:
Peta-Zimbabwe
Image:
Hubungan Bilateral Indonesia-Zimbabwe
1. Hubungan diplomatik Indonesia-Zimbabwe diresmikan 14 Agustus
1986, yang disusul dengan pembukaan Kedutaan Besar RI di Zimbabwe.
2.Kedua negara memiliki potensi kerja sama di bidang perdagangan,
investasi, turisme, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta bidang
sosial-budaya dan penerangan.
3.Hubungan bilateral kedua negara telah terbina dengan baik karena
masing-masing punya pandangan yang sama dalam berbagai forum
subregional, regional, dan internasional.
4.Pada 23 Februari 2003, Presiden Robert Mugabe mengadakan
pertemuan bilateral dengan Presiden Megawati Soekarnoputri di Kuala
Lumpur untuk membicarakan revitalisasi Gerakan Nonblok dan
peningkatan hubungan kedua negara, terutama di bidang ekonomi dan
perdagangan.
5.Sejak 1997, Indonesia telah mengadakan investasi di Zimbabwe
melalui modal patungan dengan nilai 34 juta dollar AS di bidang
peternakan burung unta.
Sumber: Kedutaan Besar RI di Harare
'Rakyat Zimbabwe kini sedang menuai berbagai risiko perjuangan
melawan penindasan.'

Zimbabwe

This is my an article that was published at Kompas, leading Indonesian daily news paper:
KOMPAS - Senin, 17 Apr 2006 Halaman: 50

PELANGI BERTEBARAN DI VICTORIA FALLS
Oleh M Nasir

Mungkin ada yang mengira Victoria Falls berada di kawasan Puncak,
Jawa Barat, di mana banyak produk properti diberi nama kebarat-
baratan. Victoria Falls yang dimaksud di sini juga bukan di Barat,
tetapi di Benua Afrika, tepatnya di Zimbabwe.
Victoria Falls, nama sebuah kawasan di mana terdapat air terjun
raksasa yang menjadi mata dagangan utama Zimbabwe dalam dunia
turisme. Begitu sangat getol Zimbabwe menawarkan Victoria Falls,
membuat Zimbabwe yang pada tanggal 18 April ini merayakan hari
kemerdekaan identik dengan Victoria Falls. Seperti halnya Indonesia
dengan Bali.
Barang-barang cetakan yang beredar dan dibagi-bagikan kepada
turis, gambar air terjun Victoria Falls selalu mendominasi. Pada
bagian gambar bertuliskan "Zimbabwe Africa's Paradise". Padahal,
Zimbabwe punya sejumlah wisata alam lainnya yang menakjubkan, seperti
Hwange National Park yang terkenal dengan binatang-binatang liarnya
dan situs purbakala di Masvingo.
Nama Victoria Falls tampaknya tidak akan diganti oleh Pemerintah
Zimbabwe meskipun nama besar itu tidak mencerminkan nasionalisme
bangsa Zimbabwe. "Victoria Falls tidak diganti karena sudah mendunia,"
kata Ivanhoe M Gurira, Principal Press Secretary di Kementerian
Informasi dan Publisitas Zimbabwe.
Bila Victoria Falls diganti nama baru, akan memakan waktu lama
untuk memperkenalkan pada dunia. Berbeda dengan nama-nama wilayah
lainnya, termasuk nama negaranya yang sudah terlebih dulu diganti
dengan nama yang berasal dari bahasa setempat, yakni Shona dan
Ndebele. Penggantian nama-nama Barat menjadi nama lokal itu dilakukan
sejak negara itu merdeka dari Inggris tahun 1980.
Nama Zimbabwe sekarang ini adalah nama baru hasil nasionalisasi.
Zimbabwe yang berarti rumah yang terbuat dari batu itu dulu bernama
Southern Rhodesia.
Akan tetapi, apa pun nama yang diberikan pada suatu kawasan,
tetap saja tidak mengubah kondisi alam itu sendiri. Keindahan alam
tidak akan terdongkrak atau terkurangi oleh nama-nama pilihan manusia
itu.
Kawasan Victoria Falls yang merupakan perpaduan antara hutan
liar, air terjun, tebing batu, dan sungai sejak diperkenalkan pada
dunia Barat pada tahun 1855 oleh David Livingstone tetap saja memikat
pengunjungnya.
Burung dan jangkrik
Pintu belakang kamar Resort Elephant Hills di Victoria Falls kami
buka ketika masih pagi buta. Udara dingin pun menyergap ke dalam
kamar. Ketika itu di luar masih tampak gelap, tetapi burung-burung
sudah berkicau. Ada yang mencicit keras, ada yang meraung-raung
seperti suara binatang, dan ada yang menjerit-jerit seperti bayi
menangis. Suara jangkrik pun bersahut-sahutan.
Sekitar satu jam kemudian langit di timur mulai memerah. Pucuk-
pucuk pohon hutan mulai tampak. Burung-burung mulai terlihat
beterbangan. Matahari mulai menyembul sedikit demi sedikit dengan
sinarnya yang memerah.
Di arah agak selatan terlihat kabut tebal yang menyelimuti
daratan itu. Kami yang belum pernah tahu seluk-beluk kawasan itu
memperkirakan, kabut putih itu adalah lokasi air terjun Victoria
Falls. Dan, ternyata benar.
Kabut tebal air terjun itu terlihat dari jarak sekitar empat
kilometer dari resor yang menampung banyak wisatawan dari Asia itu.
Pada siang hari, rombongan dari Metro TV, Radio Republik Indonesia
(RRI), Koran Tempo, dan Kompas menuju ke arah air terjun.
Dengan menggunakan sebuah bus, rombongan dipandu seorang
pengemudi yang fasih berbahasa Inggris dan mampu menjelaskan apa yang
terlihat di kiri dan kanan jalan. Pengemudi yang berbadan kurus dan
berkulit hitam itu bernama Elias.
Di jalan tikungan di sebuah hutan belantara, Elias menghentikan
busnya. Ia minta semua penumpangnya turun untuk diberi penjelasan
adanya sebuah pohon baobab besar di pinggir tikungan jalan beraspal
itu. Ia menjelaskan bahwa pohon itu konon sudah berusia 1.500 tahun.
Daun pohon itu bila direbus dapat diminum untuk menyembuhkan
malaria. Pohon besar itu dikurung dengan pagar kawat agar tidak
didekati oleh turis. "Kalau tidak dipagar, lama-kelamaan pohon ini
rusak," tuturnya.
Pelangi di bawah jembatan
Begitu sampai di pintu gerbang taman nasional, National Park and
Wild Life yang mengurus air terjun Victoria Falls, kami ditawari jas
hujan oleh orang-orang yang membuka kios di sekitar pintu masuk air
terjun. Begitu pula pengunjung lain.
Pengunjung sempat terkaget-kaget ketika ditawari jas hujan karena
saat itu tidak ada mendung. Matahari pun bersinar terang dan langit
tampak biru. Setelah diberi penjelasan oleh pemandu bahwa pengunjung
pasti basah karena air akan tiba-tiba mengguyur dari atas layaknya
hujan, berulah mereka menyewa jas hujan. Hal itu ternyata benar,
begitu kami mendekat ke tebing jurang Sungai Zambezi dan tampak air
terjun yang menggerojok tebing dengan suara gemuruh.
Air terjun Victoria Falls merupakan yang terbesar di dunia. Salah
satu keajaiban dunia tampak di lokasi ini. Dari luas bibir gerojokan
sepanjang 1.700 meter, air dengan bebas terjun ke jurang Sungai
Zambezi sedalam sedikitnya 100 meter.
Luapan air terlempar ke angkasa sejauh ratusan meter, membentuk
kabut, dan jatuh bagaikan hujan. Tiba-tiba saja kawasan itu dilanda
hujan deras, dan kadang-kadang rintik-rintik tergantung angin, terus
bergulung-gulung di kawasan ini.
Air terjun dapat dilihat dari tebing sungai sepanjang sekitar 2,5
kilometer. Di sepanjang jalan menuju tebing, hujan yang bersumber
dari semburan air yang tertiup angin tidak henti-henti. Hal ini
membuat pengunjung sulit untuk mengeluarkan kamera guna memotret.
Padahal, di depan mata berjarak antara tiga hingga lima meter
terlihat lingkaran pelangi.
Di jalan depan kaki tampak pelangi, di samping kiri dan kanan pun
muncul pelangi, dengan lingkaran berbagai ukuran. Bahkan, di bawah
sungai sekitar Jembatan Zambezi yang menghubungkan perbatasan antara
Zimbabwe dan Zambia, pelangi tampak nyata.
Melihat begitu banyak pelangi yang bertebaran dalam berbagai
ukuran, kami mengedip-ngedipkan dan membelalakkan mata, seakan-akan
tidak percaya dengan pandangan mata sendiri. Benarkah ini pelangi?
Ini kehidupan nyata di Victoria Falls pada awal April 2006.
Rasa kagum sulit diungkapkan dengan kata-kata. Rasanya tidak
cukup kata-kata kita untuk mengurai kembali pengalaman empiris selama
menyusuri Victoria Falls. Kesulitan mengungkap rasa itulah yang
mendorong James Pardede, Direktur Kemitraan Media Departemen
Komunikasi dan Informatika RI bertanya, "Bagaimana wartawan media
cetak mengungkapkan pengalaman di Victoria Falls?"
Pertanyaan itu dilontarkan kepada beberapa wartawan yang
melakukan perjalanan jurnalistik ke Victoria Falls bersama dirinya.
Wartawan pun tak memberi jawaban yang memuaskan. Memang, pengalaman
dari hasil membaca tidak sehebat ketika berkunjung langsung ke lokasi.
Karena itu, banyak orang tidak puas dengan membaca laporan media,
selebaran-selebaran yang berisi cerita dan gambar-gambar Victoria
Falls. Ketika Kompas tiba di Victoria Falls, di lokasi sudah ada
rombongan turis dari China, Jepang, dan Timur Tengah.
Mereka ingin meraih pengalaman langsung yang mendebarkan dari
daratan Zimbabwe yang eksotis, dan banyak yang masih belum terjamah
rekayasa tangan-tangan pembangunan.
Harga jadi penghalang
Ada saran penting untuk turis yang memasuki kawasan Victoria
Falls. Tanyakan terlebih dulu biaya atau harga apa pun, termasuk
ketika membeli suvenir. Persoalannya, pemerintah setempat belum mampu
mengendalikan harga-harga di Victoria Falls.
Untuk tarif pulsa telepon Jakarta-Victoria Falls, pihak Resort
Elephant Hills mematok tarif 20 dollar AS per menit. Jika kita
menelepon tiga menit, biaya pulsa yang harus dibayar Rp 60 dollar AS
(atau setara Rp 600.000, dengan kurs per 1 dollar Rp 10.000).
Padahal, di sebuah hotel di Kota Harare, tarif telepon Harare-Jakarta
cuma dua dollar AS per menit.
Tentang harga-harga yang tidak masuk akal itu dikeluhkan juga
oleh delegasi media Malaysia yang berkunjung ke Victoria Falls. Ravin
Ravichandran, pimpinan delegasi media Malaysia, menyampaikan harga-
harga yang gila-gilaan di Victoria Falls itu di depan pimpinan
OtoritasTurisme Zimbabwe (The Zimbabwe Tourism Authority/ZTA),
Karikoga Kaseke.
Kaseke mengatakan, pihaknya sedang menerapkan mekanisme untuk
meninjau kembali harga-harga di toko-toko suvenir dan hotel-hotel di
kawasan wisata. "Tidak ada negara yang serius dalam menangani turisme
membolehkan hal itu. Ini sebuah ilusi jika hanya karena Victoria
Falls sebuah keajaiban dunia, lalu harga-harga dimahalkan," kata
Kaseke seperti dikutip harian The Herald, 4 April 2006.
Jika harga-harga di Victoria Falls tetap tidak masuk akal, akan
menjadi penghalang turis masuk ke Victoria Falls yang tidak ditemui
di belahan bumi yang lain itu.

Zimbabwe

ZIMBABWE MENATAP MASA DEPAN TANPA BARAT... Oleh M Nasir Pengantar Redaksi Pemerintah Zimbabwe melalui duta besarnya untuk Indonesia, Alice Mageza, mengundang wartawan Indonesia untuk melihat langsung keadaan terakhir Zimbabwe pada minggu pertama April 2006. Wartawan "Kompas" yang memenuhi undangan itu menuliskan sebagian laporannya di bawah ini. Sekitar 150 murid kelas VI sekolah dasar berbaris dan berjalan menuju Taman Makam Pahlawan Nasional di Warren Hills, pinggiran kota Harare, ibu kota Zimbabwe. Dengan seragam hijau yang membalut tubuh mereka yang kurus dan hitam, mereka mengumandangkan lagu kebangsaan Kalibusiswe Ilizwe le Zimbabwe, atau Blessed Be The Land of Zimbabwe dalam bahasa Inggris, sambil menghadap patung-patung pahlawan kemerdekaan. Di bawah sengatan panas matahari, mereka memberi hormat kepada pahlawan mereka yang direpresentasikan pada tiga patung pahlawan. "Ini cara kami menanamkan rasa nasionalisme kepada anak-anak agar selalu bangga terhadap negara dan bangsa Zimbabwe," ujar Guveya Kamuhzandu, guru sekolah dasar Warren Park 4 Primary yang mendampingi murid-murid itu, hari Selasa, 4 April 2006. L Mandima, kurator Taman Makam Pahlawan Zimbabwe (National Heroes Acre), menyatakan, taman makam pahlawan itu sengaja dibangun untuk memberi penghormatan kepada pahlawan yang telah gugur dan sekaligus memompa semangat generasi muda untuk terus berjuang melawan penindasan dengan berbagai risiko. Rakyat Zimbabwe kini sedang menuai berbagai risiko perjuangan melawan penindasan. Setelah meraih kemerdekaan dari Inggris pada 18 April 1980, negeri ini belum menikmati kekayaan alam sepenuhnya. Sebanyak 80 persen tanah subur dikuasai petani kulit putih yang mengerti teknologi pertanian dan pangan. Sementara rakyat pribumi hanya kebagian tanah tandus kering. Bahkan, banyak dari mereka hanya sebagai buruh tani di lahan-lahan yang dikuasai petani kulit putih. Melihat kenyataan seperti ini, Presiden Zimbabwe Robert Gabriel Mugabe pada tahun 2000 meluncurkan program landreform (reformasi di bidang pertanahan). Program landreform di negeri ini memunculkan perubahan besar di dalam negeri. Lahan-lahan subur yang dikuasai petani kulit putih diambil alih pemerintah, kemudian dibagi-bagikan kepada penduduk asli Zimbabwe. Pengambilalihan lahan pertanian dari petani kulit putih yang umumnya keturunan Inggris itu mendapat kecaman keras dari negara-negara Barat, terutama Inggris dan Amerika Serikat. Sampai pada akhirnya, Inggris dan AS menjatuhkan smart sanction terhadap Zimbabwe. Sikap Inggris dan AS itu kemudian diikuti negara-negara Uni Eropa, Kanada, Australia, dan Selandia Baru. Negara-negara yang memberi hukuman itu kemudian menghentikan bantuan keuangan untuk Zimbabwe, membekukan aset-aset pemerintah, dan melarang pejabat Zimbabwe berkunjung ke negara-negara tersebut. Para pejabat Zimbabwe dituduh bertindak rasialis dan melanggar hak asasi manusia karena dinilai secara sepihak merebut lahan-lahan pertanian milik petani kulit putih. "Tuduhan itu tidak benar. Kami tidak pernah melakukan perampasan tanah dari petani kulit putih. Tanah itu milik rakyat Zimbabwe," kata Menteri Informasi dan Publisitas Zimbabwe Tichaona Jokonya dalam keterangan pers, Jumat (7/4) pekan lalu. "Mana mungkin orang kulit putih datang kemari dengan menyunggi tanah dari negeri mereka. Itu tidak mungkin. Semua tanah yang dibagi-bagikan kepada rakyat itu memang tanah milik rakyat Zimbabwe," tutur Jokonya yang mengaku tidak berkecil hati dengan sanksi dari negara-negara tersebut. Tidak ada upaya Zimbabwe mendekati Inggris dan AS. Zimbabwe bahkan menjauh dari negara-negara itu. Pada 10 Desember 2003, Zimbabwe memutuskan keluar dari keanggotaan Negara Persemakmuran (Commonwealth). Alasannya, Pemerintah Zimbabwe memandang Inggris dan negara-negara sekutunya terlalu ikut campur urusan dalam negeri Zimbabwe. Akibatnya, Zimbabwe semakin jauh dari negara-negara yang dihuni mayoritas kulit putih. Belakangan Pemerintah Zimbabwe mencoba mencari "teman" ke negara-negara Asia Timur, Selatan, Utara, dan Tenggara (termasuk Indonesia) untuk membangun kembali ekonomi yang sudah morat-marit. Dalam hal kerja sama, yang sudah pasti Zimbabwe juga menggandeng negara-negara yang berada di satu benua dengan Zimbabwe, yaitu Afrika. Bahkan, negara-negara Timur Tengah juga mulai bergandengan tangan dengan Zimbabwe. "Tidak ada masalah. Amerika dan Inggris bukan merupakan dunia secara keseluruhan. Masih ada yang lain," kata Jokonya. Silang sengketa antara negara-negara Barat dan Zimbabwe juga ditandai dengan berita-berita yang dinilai miring oleh pers Barat yang sama sekali tidak menguntungkan negara berpenduduk sekitar 13 juta orang ini. Sebagai menteri informasi dan publisitas, Jokonya melihat adanya serangan yang luar biasa dari pers Barat yang berdampak pada hancurnya ekonomi negerinya. Pers Barat dinilai menyebarkan berita-berita yang tidak seimbang dan cenderung menjelek-jelekkan Zimbabwe. Penilaian serupa terhadap pers Barat juga dikemukakan Ketua Pelaksana Komisi Informasi dan Media Zimbabwe Tafataona P Mahoso. Mahoso sempat mengkliping berita-berita dari pers Barat tentang Zimbabwe. "Di sini pernah diberitakan ada seorang penderita AIDS/HIV dipenggal kepalanya. Padahal, orang itu meninggal karena sakit. Kami sudah menyampaikan protes terhadap pemberitaan itu kepada media yang bersangkutan," tutur Mahoso. "Berita-berita yang tidak mengandung fakta seperti itu jelas turut menghancurkan ekonomi di negeri ini. Pasar bursa kacau, investasi anjlok. Investor takut masuk ke negeri ini," tutur Mahoso yang memandang begitu penting peranan pers terhadap kemerosotan dan perkembangan ekonomi.Hidup seadanya Zimbabwe kini masih dalam isolasi Inggris dan sekutunya. Negara ini juga dalam proses menuju masa depan dengan negara-negara Afrika, Asia, dan Timur Tengah. Dalam proses untuk menjadi makmur atau mungkin sebaliknya jika gagal, rakyat Zimbabwe kini hidup dalam keadaan prihatin, hidup seadanya. Krisis ekonomi belum pulih. Inflasi mencapai 782 persen Februari lalu. Nilai tukar mata uang dollar Zimbabwe terhadap dollar AS merosot menjadi 101.000 dollar Zimbabwe per 1 dollar AS. Di kota Harare dan daerah pinggiran, rumput-rumput liartumbuh subur di pinggir-pinggir jalan yang masih tampak bersih. Rumput-rumput yang terus meninggi itu dibiarkan begitu saja. Di jalan utama di kota Harare, seperti Third Street, rambu-rambu lalu lintas yang berkarat dan terkelupas catnya, sehingga tak terbaca lagi tandanya, belum juga diganti. Angkutan umum sulit didapat. "Di sini angkutan umum memang masih menjadi problem besar. Angkutan umum masih minim. Diperlukan dua kali lipat dari jumlah yang ada sekarang ini, baru memadai," kata Ivanhoe M Gurira selaku Principal Press Secretary di Kementerian Informasi dan Publisitas Zimbabwe. Persoalannya sekarang adalah sulit mencari investor yang mau terjun ke dunia transportasi. Akibatnya kendaraan umum semakin langka. Banyak orang dijalan-jalan mencegat mobil yang melintas. Tidak peduli mobil pribadi, mobil diplomat, atau mobil dinas apa saja. Mereka mengharap belas kasih dari pengendara mobil untuk bisa mengangkut mereka. Di pedesaan, masyarakat makan seadanya. Sadza (tepung jagung yang dimasak seperti bubur kental) dimakan begitu saja, dengan ditemani sayuran. Tanpa garam dan cabai. "Ya, beginilah kami di desa. Kadang-kadang garam dan cabai sulit dicari sampai berhari-hari. Akhirnya makan apa adanya seperti ini," tutur Amado Tapera (52), warga Desa Dombosawa, sambil menyantap sadza. Kesulitan hidup kini dialami hampir seluruh rakyat Zimbabwe. Potensi alam yang terhampar luas hingga saat ini belum seluruhnya dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat.Foto-foto:Kompas/M NasirUntuk menghormati para pahlawan yang telah gugur, murid sekolah dasar diajak berkunjung ke Taman Makam Pahlawan Nasional Zimbabwe, Selasa (4/4). Taman itu terletak di dataran tinggi Warren Hills di sebelah barat kota Harare.Seperti hari-hari sebelumnya, kota Harare, Rabu (5/4) lalu, tampak lengang. Masalah transportasi masih menjadi problem besar bagi ibu kota Harare yang berpenduduk sekitar dua juta orang itu. Investor tampaknya masih enggan terjun ke bisnis transportasi.Image: Peta-ZimbabweImage: Hubungan Bilateral Indonesia-Zimbabwe 1. Hubungan diplomatik Indonesia-Zimbabwe diresmikan 14 Agustus 1986, yang disusul dengan pembukaan Kedutaan Besar RI di Zimbabwe. 2.Kedua negara memiliki potensi kerja sama di bidang perdagangan, investasi, turisme, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta bidang sosial-budaya dan penerangan. 3.Hubungan bilateral kedua negara telah terbina dengan baik karenamasing-masing punya pandangan yang sama dalam berbagai forum subregional, regional, dan internasional. 4.Pada 23 Februari 2003, Presiden Robert Mugabe mengadakan pertemuan bilateral dengan Presiden Megawati Soekarnoputri di Kuala Lumpur untuk membicarakan revitalisasi Gerakan Nonblok dan peningkatan hubungan kedua negara, terutama di bidang ekonomi dan perdagangan. 5.Sejak 1997, Indonesia telah mengadakan investasi di Zimbabwe melalui modal patungan dengan nilai 34 juta dollar AS di bidang peternakan burung unta. Sumber: Kedutaan Besar RI di Harare'Rakyat Zimbabwe kini sedang menuai berbagai risiko perjuangan melawan penindasan.'

bike to work

This is my articles that was published by Kompas, leading Indonesian daily news paper:
KOMPAS - Selasa, 06 Sep 2005 Halaman: 28 Penulis: Nasir, M Ukuran: 5890 Foto: 1
Komunitas
SEPEDA YANG CENDERUNG MENGGODA
Oleh: M NASIR
Sabtu 27 Agustus 2005, komunitas pekerja bersepeda
mendeklarasikan keberadaannya di depan Balaikota DKI Jakarta.
Komunitas ini perlu dideklarasikan agar semua pihak tahu bahwa di
Jakarta ada pekerja yang bersepeda. Masyarakat pengendara sepeda
motor dan mobil juga diharapkan memberi kesempatan para "bikers" itu
melaju di jalan-jalan Jakarta.
Tentu saja dengan deklarasi itu diharapkan tidak ada sikap yang
melecehkan pesepeda, menyerempet, atau bahkan
menabrak. "Alhamdulillah sih sampai sekarang belum ada anggota kami
yang meninggal akibat diserempet kendaraan bermotor," tutur Taufik
Hidayat, Ketua Komunitas Pekerja Bersepeda, ketika ditanya mengenai
tingkat kerawanan bersepeda di Jakarta yang padat lalu lintas.
Dari penjelasan Taufik dapat ditarik kesimpulan bahwa selama ini
pengendara kendaraan bermotor bersedia memberi kesempatan pesepeda
melintas di jalan raya.
Dalam deklarasi yang dihadiri Wakil Gubernur DKI Jakarta Fauzi
Bowo, pemerintah juga diingatkan agar memberi perlakuan yang adil
terhadap pesepeda.
Sikap "adil" diharapkan terwujud dalam bentuk konkret. Misalnya,
memberi fasilitas bagi pekerja bersepeda. Jika di kantor-kantor
terdapat lokasi parkir khusus sepeda motor dan mobil, mengapa untuk
sepeda tidak?
"Kami mengharapkan adanya parkir khusus sepeda. Dengan tempat
parkir khusus kami merasa tenang bekerja dan aman," kata Taufik.
Alasan Taufik untuk meminta tempat parkir khusus masuk akal.
Sebab jika tidak ada parkir khusus, sepeda-sepeda itu akan diparkir
di sembarang tempat di antara kendaraan bermotor.
Dengan ukuran sepeda yang ringan dan mudah ditenteng, potensi
pencurian sepeda sangat tinggi. Padahal, harga sepeda tidak kalah
mahal dibandingkan dengan sepeda motor. Sebuah sepeda yang dimiliki
anggota komunitas pesepeda ada yang seharga Rp 30 juta.
Taufik juga berharap di kantor-kantor, baik itu instansi
pemerintah maupun swasta, disediakan kamar mandi. Pemerintah DKI
diharapkan memberikan dukungan dengan mendorong tersedianya kamar
mandi di seluruh instansi. Sekarang ini tidak semua kantor menyiapkan
kamar mandi. Ada toilet, tetapi tidak bisa untuk mandi.
"Jelas kami gerah dan berkeringat setelah menggenjot sepeda.
Badan akan menjadi segar setelah mandi. Kalau kami harus menumpang
mandi di kantor teman terus-menerus, tidak enak," tutur Taufik.
Untuk tertib di jalan, komunitas pekerja bersepeda ini sudah
berikrar. Dalam ikrar yang dibacakan dalam acara deklarasi, mereka
bertekad menjunjung tinggi etika berlalu lintas serta menjaga
ketertiban. Pesepeda tidak ingin menambah kusut lalu lintas Jakarta.
B2W
Sekitar 500 pesepeda yang hadir dalam deklarasi pekerja bersepeda
27 Agustus lalu berasal dari berbagai kalangan dan dari seluruh
wilayah DKI Jakarta.
Mereka sebagian pekerja kantoran di kawasan Kuningan, Jakarta
Selatan, pegawai kantor pemerintah di Jakarta Utara, Pusat, Barat,
dan Timur, serta sejumlah anggota satuan pengaman (satpam).
Yang tidak terlihat dalam kesempatan itu justru orang-orang yang
sehari-hari bekerja dengan menggunakan sepeda, seperti tukang bakso,
pedagang ikan, dan tukang ojek sepeda. Memang tidaklah asing lagi
bagi pedagang bersepeda dalam bike to work (bersepeda untuk bekerja
atau pekerja bersepeda). Tanpa dideklarasikan pun, mereka tetap
menggunakan bersepeda untuk mencari nafkah.
Kalangan yang disebut terakhir ini memang bukan sasaran kampanye
bike to work atau disingkat B2W. Sebagai catatan angka 2 di antara B
dan W dibaca to, bukan two. Demikian istilah yang digulirkan di
antara penggemar sepeda.
Yang menjadi sasaran kampanye bersepeda adalah para pekerja atau
karyawan yang selama ini menggunakan mobil dan sepeda motor untuk
berangkat dan pulang kerja.
"Kami tidak mengejar jumlah. Yang penting mari kita mulai pergi
ke kantor dengan menggunakan sepeda," tutur Tekad Adiyono,
Sekretaris Komunitas Pekerja Bersepeda, yang ditemui Kompas.
Tekad sudah menjalani B2W tiap hari. Tekad tidak sendirian.
Pekerja-pekerja lain dengan tujuan yang sama, yaitu kawasan Kuningan,
juga berangkat dengan sepeda dari rumah mereka. Misalnya, kelompok
B2W dari Bintaro pada hari-hari tertentu juga bersepeda ke kantor di
kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
Dari daerah Kota, Jalan Kampung Bandan, juga ada Yusman (59) yang
setiap pagi mengayuh sepeda sejauh delapan kilometer menuju tempat
kerjanya di PT Ebroindo di Taman Nyiur, Sunter Agung. "Sudah dua
tahun saya pulang pergi ke tempat pekerjaan dengan sepeda," tutur
Yusman.
Dari segi jumlah hari, kata Tekad, tidak penting. Tidak harus
bersepeda ke tempat kerja setiap hari karena mungkin saja jarak
antara rumah dan tempat pekerjaan sampai belasan atau bahkan puluhan
kilometer. "Seminggu sekali atau dua kali saja sudah cukup," tutur
Tekad yang tiap hari bersepeda ke kantor di kawasan Kuningan.
Cenderung menggoda
Aktivitas bersepeda sebenarnya mengasyikkan bagi yang
menyukainya. Bahkan banyak di antara mereka yang merasa ketagihan.
Begitu tingginya tingkat ketagihan bersepeda, sepeda bisa diibaratkan
candu yang mampu membuat penggunanya lupa segalanya.
Dalam program B2W, kecenderungan sepeda yang menggoda penggunanya
untuk bermain, bisa melupakan pekerjaan yang menjadi tujuan utama.
Jangan-jangan lebih banyak waktu untuk bermain-main dengan sepeda
daripada waktu yang digunakan untuk kerja.
Maka slogan bike to work harus selalu didengung-dengungkan pada
penggemar sepeda agar tidak terpeleset ke dalam bike to play. Kecuali
kalau kita ingin bersepeda untuk bermain.

Friday, November 9, 2007

Introduce

Hi everyone,
Some of my friends in my office, have blog to share thier experiences, to talk each other with people in the globe. That's good I think in the modern age. With Robert Adhi KSP's kindness, my colleague, he helped me to make this blog.
In my blog, I also would like to share my experiences to whoever want to read the blog. But I 'm sorry if my English is not so perfect.
Everyone could send anything important for me. I really like reading everything from you. Please feel free to email me.

Nasir