Monday, November 12, 2007
Zimbabwe
ZIMBABWE MENATAP MASA DEPAN TANPA BARAT... Oleh M Nasir Pengantar Redaksi Pemerintah Zimbabwe melalui duta besarnya untuk Indonesia, Alice Mageza, mengundang wartawan Indonesia untuk melihat langsung keadaan terakhir Zimbabwe pada minggu pertama April 2006. Wartawan "Kompas" yang memenuhi undangan itu menuliskan sebagian laporannya di bawah ini. Sekitar 150 murid kelas VI sekolah dasar berbaris dan berjalan menuju Taman Makam Pahlawan Nasional di Warren Hills, pinggiran kota Harare, ibu kota Zimbabwe. Dengan seragam hijau yang membalut tubuh mereka yang kurus dan hitam, mereka mengumandangkan lagu kebangsaan Kalibusiswe Ilizwe le Zimbabwe, atau Blessed Be The Land of Zimbabwe dalam bahasa Inggris, sambil menghadap patung-patung pahlawan kemerdekaan. Di bawah sengatan panas matahari, mereka memberi hormat kepada pahlawan mereka yang direpresentasikan pada tiga patung pahlawan. "Ini cara kami menanamkan rasa nasionalisme kepada anak-anak agar selalu bangga terhadap negara dan bangsa Zimbabwe," ujar Guveya Kamuhzandu, guru sekolah dasar Warren Park 4 Primary yang mendampingi murid-murid itu, hari Selasa, 4 April 2006. L Mandima, kurator Taman Makam Pahlawan Zimbabwe (National Heroes Acre), menyatakan, taman makam pahlawan itu sengaja dibangun untuk memberi penghormatan kepada pahlawan yang telah gugur dan sekaligus memompa semangat generasi muda untuk terus berjuang melawan penindasan dengan berbagai risiko. Rakyat Zimbabwe kini sedang menuai berbagai risiko perjuangan melawan penindasan. Setelah meraih kemerdekaan dari Inggris pada 18 April 1980, negeri ini belum menikmati kekayaan alam sepenuhnya. Sebanyak 80 persen tanah subur dikuasai petani kulit putih yang mengerti teknologi pertanian dan pangan. Sementara rakyat pribumi hanya kebagian tanah tandus kering. Bahkan, banyak dari mereka hanya sebagai buruh tani di lahan-lahan yang dikuasai petani kulit putih. Melihat kenyataan seperti ini, Presiden Zimbabwe Robert Gabriel Mugabe pada tahun 2000 meluncurkan program landreform (reformasi di bidang pertanahan). Program landreform di negeri ini memunculkan perubahan besar di dalam negeri. Lahan-lahan subur yang dikuasai petani kulit putih diambil alih pemerintah, kemudian dibagi-bagikan kepada penduduk asli Zimbabwe. Pengambilalihan lahan pertanian dari petani kulit putih yang umumnya keturunan Inggris itu mendapat kecaman keras dari negara-negara Barat, terutama Inggris dan Amerika Serikat. Sampai pada akhirnya, Inggris dan AS menjatuhkan smart sanction terhadap Zimbabwe. Sikap Inggris dan AS itu kemudian diikuti negara-negara Uni Eropa, Kanada, Australia, dan Selandia Baru. Negara-negara yang memberi hukuman itu kemudian menghentikan bantuan keuangan untuk Zimbabwe, membekukan aset-aset pemerintah, dan melarang pejabat Zimbabwe berkunjung ke negara-negara tersebut. Para pejabat Zimbabwe dituduh bertindak rasialis dan melanggar hak asasi manusia karena dinilai secara sepihak merebut lahan-lahan pertanian milik petani kulit putih. "Tuduhan itu tidak benar. Kami tidak pernah melakukan perampasan tanah dari petani kulit putih. Tanah itu milik rakyat Zimbabwe," kata Menteri Informasi dan Publisitas Zimbabwe Tichaona Jokonya dalam keterangan pers, Jumat (7/4) pekan lalu. "Mana mungkin orang kulit putih datang kemari dengan menyunggi tanah dari negeri mereka. Itu tidak mungkin. Semua tanah yang dibagi-bagikan kepada rakyat itu memang tanah milik rakyat Zimbabwe," tutur Jokonya yang mengaku tidak berkecil hati dengan sanksi dari negara-negara tersebut. Tidak ada upaya Zimbabwe mendekati Inggris dan AS. Zimbabwe bahkan menjauh dari negara-negara itu. Pada 10 Desember 2003, Zimbabwe memutuskan keluar dari keanggotaan Negara Persemakmuran (Commonwealth). Alasannya, Pemerintah Zimbabwe memandang Inggris dan negara-negara sekutunya terlalu ikut campur urusan dalam negeri Zimbabwe. Akibatnya, Zimbabwe semakin jauh dari negara-negara yang dihuni mayoritas kulit putih. Belakangan Pemerintah Zimbabwe mencoba mencari "teman" ke negara-negara Asia Timur, Selatan, Utara, dan Tenggara (termasuk Indonesia) untuk membangun kembali ekonomi yang sudah morat-marit. Dalam hal kerja sama, yang sudah pasti Zimbabwe juga menggandeng negara-negara yang berada di satu benua dengan Zimbabwe, yaitu Afrika. Bahkan, negara-negara Timur Tengah juga mulai bergandengan tangan dengan Zimbabwe. "Tidak ada masalah. Amerika dan Inggris bukan merupakan dunia secara keseluruhan. Masih ada yang lain," kata Jokonya. Silang sengketa antara negara-negara Barat dan Zimbabwe juga ditandai dengan berita-berita yang dinilai miring oleh pers Barat yang sama sekali tidak menguntungkan negara berpenduduk sekitar 13 juta orang ini. Sebagai menteri informasi dan publisitas, Jokonya melihat adanya serangan yang luar biasa dari pers Barat yang berdampak pada hancurnya ekonomi negerinya. Pers Barat dinilai menyebarkan berita-berita yang tidak seimbang dan cenderung menjelek-jelekkan Zimbabwe. Penilaian serupa terhadap pers Barat juga dikemukakan Ketua Pelaksana Komisi Informasi dan Media Zimbabwe Tafataona P Mahoso. Mahoso sempat mengkliping berita-berita dari pers Barat tentang Zimbabwe. "Di sini pernah diberitakan ada seorang penderita AIDS/HIV dipenggal kepalanya. Padahal, orang itu meninggal karena sakit. Kami sudah menyampaikan protes terhadap pemberitaan itu kepada media yang bersangkutan," tutur Mahoso. "Berita-berita yang tidak mengandung fakta seperti itu jelas turut menghancurkan ekonomi di negeri ini. Pasar bursa kacau, investasi anjlok. Investor takut masuk ke negeri ini," tutur Mahoso yang memandang begitu penting peranan pers terhadap kemerosotan dan perkembangan ekonomi.Hidup seadanya Zimbabwe kini masih dalam isolasi Inggris dan sekutunya. Negara ini juga dalam proses menuju masa depan dengan negara-negara Afrika, Asia, dan Timur Tengah. Dalam proses untuk menjadi makmur atau mungkin sebaliknya jika gagal, rakyat Zimbabwe kini hidup dalam keadaan prihatin, hidup seadanya. Krisis ekonomi belum pulih. Inflasi mencapai 782 persen Februari lalu. Nilai tukar mata uang dollar Zimbabwe terhadap dollar AS merosot menjadi 101.000 dollar Zimbabwe per 1 dollar AS. Di kota Harare dan daerah pinggiran, rumput-rumput liartumbuh subur di pinggir-pinggir jalan yang masih tampak bersih. Rumput-rumput yang terus meninggi itu dibiarkan begitu saja. Di jalan utama di kota Harare, seperti Third Street, rambu-rambu lalu lintas yang berkarat dan terkelupas catnya, sehingga tak terbaca lagi tandanya, belum juga diganti. Angkutan umum sulit didapat. "Di sini angkutan umum memang masih menjadi problem besar. Angkutan umum masih minim. Diperlukan dua kali lipat dari jumlah yang ada sekarang ini, baru memadai," kata Ivanhoe M Gurira selaku Principal Press Secretary di Kementerian Informasi dan Publisitas Zimbabwe. Persoalannya sekarang adalah sulit mencari investor yang mau terjun ke dunia transportasi. Akibatnya kendaraan umum semakin langka. Banyak orang dijalan-jalan mencegat mobil yang melintas. Tidak peduli mobil pribadi, mobil diplomat, atau mobil dinas apa saja. Mereka mengharap belas kasih dari pengendara mobil untuk bisa mengangkut mereka. Di pedesaan, masyarakat makan seadanya. Sadza (tepung jagung yang dimasak seperti bubur kental) dimakan begitu saja, dengan ditemani sayuran. Tanpa garam dan cabai. "Ya, beginilah kami di desa. Kadang-kadang garam dan cabai sulit dicari sampai berhari-hari. Akhirnya makan apa adanya seperti ini," tutur Amado Tapera (52), warga Desa Dombosawa, sambil menyantap sadza. Kesulitan hidup kini dialami hampir seluruh rakyat Zimbabwe. Potensi alam yang terhampar luas hingga saat ini belum seluruhnya dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat.Foto-foto:Kompas/M NasirUntuk menghormati para pahlawan yang telah gugur, murid sekolah dasar diajak berkunjung ke Taman Makam Pahlawan Nasional Zimbabwe, Selasa (4/4). Taman itu terletak di dataran tinggi Warren Hills di sebelah barat kota Harare.Seperti hari-hari sebelumnya, kota Harare, Rabu (5/4) lalu, tampak lengang. Masalah transportasi masih menjadi problem besar bagi ibu kota Harare yang berpenduduk sekitar dua juta orang itu. Investor tampaknya masih enggan terjun ke bisnis transportasi.Image: Peta-ZimbabweImage: Hubungan Bilateral Indonesia-Zimbabwe 1. Hubungan diplomatik Indonesia-Zimbabwe diresmikan 14 Agustus 1986, yang disusul dengan pembukaan Kedutaan Besar RI di Zimbabwe. 2.Kedua negara memiliki potensi kerja sama di bidang perdagangan, investasi, turisme, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta bidang sosial-budaya dan penerangan. 3.Hubungan bilateral kedua negara telah terbina dengan baik karenamasing-masing punya pandangan yang sama dalam berbagai forum subregional, regional, dan internasional. 4.Pada 23 Februari 2003, Presiden Robert Mugabe mengadakan pertemuan bilateral dengan Presiden Megawati Soekarnoputri di Kuala Lumpur untuk membicarakan revitalisasi Gerakan Nonblok dan peningkatan hubungan kedua negara, terutama di bidang ekonomi dan perdagangan. 5.Sejak 1997, Indonesia telah mengadakan investasi di Zimbabwe melalui modal patungan dengan nilai 34 juta dollar AS di bidang peternakan burung unta. Sumber: Kedutaan Besar RI di Harare'Rakyat Zimbabwe kini sedang menuai berbagai risiko perjuangan melawan penindasan.'
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
makasih bang nasir informasinya. saya hari ini diundang oleh diplomat di kedubes zimbabwe di jakarta, untuk berdiskusi ttg rencana investasi mereka di jawa barat. saya hanya ingin tau rencana mereka mau ngapain, informasi abang ini cukup bagi saya untuk memahami internal mereka.
nuhun,
riyan sumindar
081321710264
rsumindar@bdg.centrin.net.id
Post a Comment